Tittle : All the Time
Author : zuhnisha (mysky)
Lenght : One Shot
Genre : Romance, Hurt, Alternative Universe (AU)
Rating : PG
Cast :
- Hwang Cha Young (OC
- Kim Heechul
- Kim Jong Woon
Disclaimer : I am own the plot, the characters belong themselves.
*
“Jika
saat itu kau tidak mengulurkan tanganmu padaku. Jika saat itu aku tak
membalas uluran tangan itu. Apakah akan tetap ada kisah lain yang
menggantikannya?” - Hwang Cha Young -
Musim Dingin, 2013.
Hawa
dingin mulai menusuk pori-pori kulit. Rintikkan air yang jatuh dari
langit kini kian menderas. Hujan, seperti alunan musik, serentak dan
penuh percaya diri membasahi bumi. Tetes demi tetesnya seakan mengalun
dengan pasti. Tak menghiraukan keluhan atau bahkan rutukkan dari
beberapa insan manusia.
Lain halnya dengan
seorang gadis yang sedang duduk terpekur mengamati setiap tetesnya. Ia
bahkan terlihat asyik dengan dunianya. Dalam pikirannya yang sedang
menerawang entah kemana.
Bus yang ditunggunya telah tiba. Seketika
ia meninggalkan rutinitasnya beberapa saat lalu. Dan kini gadis itu
sudah duduk manis dikursi penumpang. Sambil mengikat rambut ikal
panjangnya yang terurai kebelakang, ia mendesah perlahan. Lelah. Lelah
karena terus membawa beban, beban penyesalan.
**
“Maaf karena membuatmu menunggu lama, Heechul-ssi” ucap Cha Young dengan senyuman terbaiknya.
Dihadapannya
kini duduk seorang pria dengan jas semi formalnya. Pria yang ia panggil
Heechul tadi tersenyum, hanya sekilas dan kembali pada wajah datarnya.
Tanpa ekspresi.
“Ekspresi macam apa itu?
Menyebalkan.” Keluh Cha Young kesal. Keluhan sama yang selalu ia
lontarkan pada pria ‘dingin’ yang sekarang ada didepannya ini.
“Kau tahu aku dengan baik, Cha Young-ah.” Heechul tersenyum. Kali ini bertahan agak lama.
Cha Young hanya bergumam pasrah dan tak berniat menanggapi ucapan Heechul.
Kini
ia mengedarkan pandangannya kesekeliling caffe yang selalu ia kunjungi
bersama Heechul. Sudah berminggu-minggu sepertinya ia tidak mampir
kesini. Bukan karena ia terlalu sibuk, tapi karena ia tak ingin. Kali
ini Heechul yang memanggilnya, dan ia langsung bergegas menuju dimana
Heechul berada.
Menerka alasan Heechul memanggilnya
setelah sekian lama mereka tak bertatap muka. Meski dengan jelas ia tau
apa yang ingin Heechul katakan. Orang yang ia sayangi, bahkan ia cintai
sampai saat ini.
“Kau mau pesan apa?” tanya Heechul tanpa mengalihkan matanya dari menu pesanan.
Cha Young menghentikan aktifitas matanya, dan terlihat berpikir. “Hmm, seperti biasa saja”
Heechul mengerti dan segera memesankan 2 cangkir coffe late, minuman favorit Cha Young dan dirinya.
Sambil
menunggu pesanan mereka datang, Cha Young terus memutar otaknya.
Berpikir bagaimana untuk mengawali pembicaraan mereka kali ini. Tapi
tiba-tiba Hechul memanggil namanya.
“Cha Young-ah..”
Suara
berat Heechul sangat khas ditelinganya. Betapa ia begitu merindukan
suara itu. Suara yang ingin didengarnya lebih lama lagi..
Cha
Young mengatur nafasnya perlahan, dan mengubah ekspresi wajahnya
sewajar mungkin. Menutupi suara degup jantungnya, serta melenyapkan
sesaat keresahannya. Dengan tersenyum ia memandangi guratan wajah pada
pria yang ada didepannya kini. Tak terpancar senyum diwajahnya lagi,
yang kini terlihat hanya sepasang mata yang menatapnya sendu.
“Ya? Apa yang ingin kau katakan Heechul-ssi?” tanya Cha Young yang sebisa mungkin membuat nada suaranya terdengar normal.
Heechul masih mentapnya, menghembuskan nafasnya dengan berat. Membuat Cha Young tersudut dengan perasaannya sendiri.
Meraka
bukan sepasang kekasih, atau bahkan mantan kekasih. Mereka hanya
sepasang manusia yang saling menyayangi, tanpa ikatan, tanpa komitmen
apapun. Hanya membiarkan perasaan mereka mengalir apa adanya, begitu
menurut Heechul pada Cha Young saat itu.
Saat Cha Young bertemu, dan jatuh cinta pada Heechul yang mengulurkan tangannya, dan meninggalkan si penyayangnya.
Mungkin
kata meninggalkan terdengar kejam. Tapi baginya, bagi Cha Young saat
itu. Ia hanya ingin melepaskan perasaannya yang tak menentu itu.
Perasaan 3 tahunnya, dan perasaannya pada Heechul yang kini dipilihnya.
Tapi
ini semua terjadi tanpa kendalinya. Kim Heechul teteplah Kim Heechul
yang dikenalnya. Pria yang selalu menutup dirinya, bahkan menyembunyikan
kisah mereka. Kisah yang selalu Cha Young damba. Walaupun kini ia
sadar, kisahnya hanya akan menjadi kisah lalu yang berakhir menyedihkan.
“Lanjutkan hidupmu, Cha Young-ah”
Kata-kata
itu berhasil menohok jantungnya. Heechul dengan ekspresi yang masih
sama, menunggu dengan tenang tanggapan Cha Young setelahnya. Kali ini
Cha Young tidak ingin berpura-pura lagi. Perasaan kecewa, marah, lelah
mungkin sudah terpampang jelas diwajahnya. Tapi apa yang bisa Cha Young
lakukan sekarang? Memohon pada Heechul untuk tetap disisinya? Meminta
pertanggung jawaban pada perasaanya? Atau bahkan meminta Heechul untuk
menata kembali hatinya? Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Tidak,
ia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Karena waktu terlambat datang
menghadapkannya pada penyesalan.
“Aku
hadir diantara kalian, mengacaukan hidupmu dan membiarkanmu melepaskan
‘orang itu’ dari genggamanmu.. Aku menyesal.” ucap Heechul lirih.
Apakah benar dia seoarang lelaki? Kenapa dia sepengecut ini? Apakah dengan mengatakan itu akan mengembalikan hidupnya yang dulu?
“berjanjilah
padaku, pada pria pengecut sepertiku ini. Lanjutkan hidupmu, Cha
Young-ah” Heechul mengulangi kata-katanya lagi. Cha Young terus merutuk
dalam hati
‘Ya, kau memang pria pengecut. Tapi, berjanji? Kau keterlaluan’.
Cha
Young mendesah perlahan, ia tahu. Semakin Heechul dissinya, semakin
dalam pula ia akan terluka. “Tentu saja kita harus melanjutkan hidup
kita masing-masing” ujar Cha Young. “Bahkan selama ini aku bisa bertahan
tanpa ‘orang itu’ karena kau disisiku. Tapi selain itu, aku bertahan
juga karena aku harus. Aku tahu, cepat atau lambat kau juga akan
meninggalkanku. Sama seperti dulu kau meninggalkan kekasihmu, dan
mengulurkan tangamnu, padaku.” Lanjutnya dengan getir.
Bukankah
kisah ini pilihan Cha Young dulu? Dan sekarang ia dihadapkan oleh
keputusannya saat itu. Kini ia memilih diam, memandang pada secangkir
coffee late yang aromanya sudah menusuk indera penciumannya. Sementara
Heechul terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Maaf..
Maafkan aku, Hwang Cha Young...” ucap Heechul tiba-tiba, suaranya
terdengar pelan. Meyembunyikan nada pilu dari suaranya.
Cha Young menunduk, berganti memegang cangkir kopinya. Bulir bening air mata mulai mengalir dipipinya.
“Jangan meminta maaf. Itu membuatku terlihat.. begitu menyedihkan” sahut Cha Young dalam isak tangis kecilnya.
Heechul mengulurkan tangannya, hendak mengusap air mata Cha Young, tapi diurungkan niatnya itu.
Tahu
dengan tindakan Heechul, Cha Young buru-buru menyeka air matanya. Ia
baik-baik saja. Harus baik-baik saja. Cha Young memaksakan senyumnya.
Terlihat hancur didepan Heechul hanya akan membuatnya semakin
terpuruk.
“Kau
memang seperti itu. Selalu menjadi sebuah pohon yang terlihat kokoh..”
ucap Heechul, sama seperti Cha Young. Hechul juga memkasakan senyumnya.
Terlihat bahwa ia memang menyesal. Membiarkan Cha Young dulu menerima
uluran tangan kosongnya.
‘Pohon? Menjadi sebuah pohon katanya?’ batin Cha Young.
Cinta
selalu menyedihkan baginya. Heechul meninggalkan dirinya, dan ia juga
kehilangan ‘orang itu’, si penyayangnya. Jika dipikir, ini impas.
Kebodohan Cha Young yang harus menebus semuanya. Keegoisannya pada
sebuah rasa yang ia sebut cinta. Cintanya kini memang telah berakhir,
tapi hidup terus berlanjut. Si penyayangnya telah melanjutkan hidupnya
dengan yang lain, bahagia. Dan Cha Young? Harus kembali menata hatinya,
agar nanti tak ada lagi penyesalan yang membebaninya. Agar dia, bisa
melanjutkan hidupnya juga, bahagia.
Setelah
menenangkan perasaannya, Cha Young menyesap coffee latenya. Tersenyum
pada Heecul, bukan senyum yang dipaksa juga bukan senyum yang tulus.
“Jika
bisa, aku ingin menjadi mesin waktu, Heechul-ssi” ujar Cha Young
menatap hampa pada mata hitam milik Heechul. “Dan melempar diriku
sendiri ke masa 3 tahun lalu. Saat aku masih menggenggam erat tangannya,
si penyayangku.”
*
“Apakah
aku mempunyai keberanian seperti itu? Meski selalu memikirkanya, makin
membuatku ragu untuk memulainya. Aku tahu, rasa bersalahku takkan bisa
menyembuhkan lukamu begitu saja. Maaf, karena aku seorang pecundang” - Kim Heechul-
***
“Saling menautkan jari, menggenggam dengan erat satu sama lain. Saat ini aku merasa... kita takkan terpisahkan.” - Kim Jong Woon -
Musim Panas, 2010.
Jika
pada musim panas semua orang berbondong-bondong menyambut libur musim
panas mereka, lain halnya dengan Kim Jong Woon. Ia masih bergelut dengan
selimut tebalnya. Tak menghiraukan matahari yang mulai bergerak naik
menuju singgasananya.
Matanya masih
terpejam, meski dapat terlihat hidungnya sedang mengendus sesuatu.
Merasa terusik dengan aroma sedap yang menggelitik indera penciumnya.
Mau tak mau ia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Kepalanya
masih terasa pusing, wajahnya juga terlihat pucat. Dengan susah payah ia
menyeimbangkan tubuhnya untuk berdiri. Melangkah ke arah sumber aroma
itu yang tak lain adalah dapurnya.
Dengan
senyum yang tersungging dibibirnya, matanya tertuju pada seorang gadis.
Gadis yang selalu menerobos masuk ke rumahnya, gadis yang memiliki mata
bulat cokelatnya. Mengawasi setiap gerak gadis yang sedang meletakkan
sederetan menu sarapan pagi dimeja makan, dengan rambutnya yang diikat
asal. Namun tetap saja, tidak megurangi kecantikan pada wajahnya.
Merasa
diawasi, gadis itu sadar dan menoleh pada Jong Woon yang sedang
tersenyum padanya. Dengan tatapan khawatir, gadis itu menghampiri Jong
Woon dan meraba dahinya.
“Oh syukurlah, demammu sudah
turun” ujar gadis itu lega. “Aku tak habis pikir, orang mana yang
terkena demam di musim panas ini” lanjut gadis itu masih dengan meraba
dahi Jong Woon.
Jong Woon hanya terkekeh pelan mendengar perkataan gadisnya itu.
“Cha Young-ah..”
Jong
Woon meraih tangan gadis yang ia panggil Cha Young itu. Menggenggam
dengan lembut, seakan ingin menyalurkan rasa sayang dan terima kasih
pada gadisnya. Jong Woon memang tidak terlalu banyak berkata, ia hanya
mengatakan apa yang ingin dikatakannya. Dan Cha Young tahu dengan baik
orang seperti dirinya.
3 tahun memang bukan waktu yang
singkat, dan Cha Young telah berhasil memenuhi hati dan hidupnya. Dengan
tatapan lembut, Jong Woon semakin menggenggam erat jemari Cha Young
ditangannya.
“Aku baik-baik saja sekarang. Jadi kau tak perlu khawatir lagi” ujar Jong Woon dengan tenang.
“Ya, aku memang khawatir. Aku mengkhawatirkan rencana
camping kita yang terancam batal karena kau demam seperti ini”
Jong Woon membelalakkan mata sipitnya. Tak percaya dengan lontaran kata yang diucapkan oleh kekasihnya.
“Apa?? Kau...” Jong Woon tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi.
Kini ganti Cha Young yang terkekeh geli. Dapat Jong Woon rasakan gadisnya juga menggenggam erat tangannya.
“Jong Woon-ah, aku tak peduli dengan rencana
camping kita. Kau, dirimu yang terpenting sekarang untukku.”
Mata
cokelat Cha Young menatap lekat manik mata Jong Woon dengan
sungguh-sungguh. Jika selama ini mata Jong Woon yang selalu meneduhkan
hati Cha Young, kini keadaan berbalik. Mata Cha Young yang membiusnya,
serta meluluhlantakkan hatinya.
Tanpa sadar Jong
Woon melepaskan genggamannya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan
menundukkan kepalanya. Malu, juga bahagia.
“Tidak, jangan pernah melepaskan genggaman tanganmu dariku. Jangan pernah..”
Cha Young meraih kembali jemari Jong Woon dan menggenggamnya. Cha Young tersenyum manis, menunjukkan sedikit lesung pipinya.
Jong Woon terpana. Kini rasa cintanya bertambah berkali lipat pada gadi itu. Gadisnya yang selalu memenuhi pikirannya.
“Tidak
akan pernah. Aku tidak akan melepaskan tanganmu. Kecuali jika kau yang
melepaskannya lebih dulu. Tidak, aku tidak akan membiarkannya terjadi.”
Tepat
saat itu, Jong Woon mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Cha Young
dengan lembut. Cha Young yang teringat pekerjaannya menyiapkan sarapan,
tiba-tiba berbalik dari Jong Woon dan kembali menata piring dimeja.
Terlihat bahwa sebenarnya Cha Young sedang menyembunyikan senyum
malunya.
Jong Woon tersenyum melihat tingkah lucu
gadisnya. Ia melangkahkan kakinya perlahan, dan memeluk Cha Young dari
belakang. Agar gadis ini juga tahu jantungnya juga berdegup kencang dari
punggungnya.
“Sebentar saja, biarkan seperti ini
sebentar saja, ya?” pinta Jong Woon masih memeluk Cha Young dengan erat,
seakan tidak mau kehilangan gadisnya itu. “Aku mencintaimu, aku
mencintaimu Hwang Cha Young”
Cha Young menggenggam
lembut tangan Jong Woon, lalu melepaskan pelukan Jong Woon dan
membalikkan badannya. Jong Woon sedikit terkejut, namun tatapan Cha
Young membuatnya terdiam.
“Katakan dengan benar, katakan sekali lagi. Kau harus menatapku jika mengatakannya”
Jong
Woon tahu apa maksud Cha Young. Ia menatap tepat pada manik mata Cha
Young, meraih tangan Cha Young dalam genggaman. “Aku mencintaimu. Aku
mencintaimu, Hwang Cha Young”
Cha Young melepaskan
genggaman Jong Woon, membelai pipi Jong Won dengan lembut lalu
mendekatkan wajahnya pada Jong Woon, dan mencium bibir Jong Woon dengan
cepat.
“Aku juga mencintaimu, Kim Jong Woon”
*
“Aku menjadi wanita egois yang tamak. Maafkan aku.. Maaf, merusak 3 tahun kita” - Hwang Cha Young –
***
Musim Semi, 2014.
“Gawat. Bodoh sekali aku malah terlambat”
Cha
Young tak henti-hentinya mengumpat dirinya sendiri dalam perjalanan
menuju kantornya. Musim Semi yang indah tidak mengurangi rasa paniknya
karena keterlambatannya.
Gedung kantornya mulai terlihat,
ia mulai mempercepat langkah kakinya. Karena matanya yang hanya tertuju
pada kantornya saja, ia tidak sengaja menabrak seseorang yang sedang
membawa selembaran kertas. Semua kertas itu berhamburan. Cha Young
menunduk meminta maaf pada orang itu, tanpa melihat orang itu Cha Young
langsung berjongkok dan memunguti selembaran kertas itu. ‘
Bukan kertas, ini lembaran foto, huh?’
Cha
Young tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. Semua foto itu adalah
pemandangan musim semi, terlihat indah dan cantik. Dan foto-foto itu
tidak sembarang difoto, tapi memiliki sudut pandang dari pemotret yang
sepertinya sudah terlatih
Matanya tertuju pada foto pohon Sakura
yang bunganya sedang bermekaran, dengan latar belakang Gunung Jiri
dibelakangnya. Sejenak ia melupakan ‘keterlambatannya’.
“Ini cantik sekalii..”
Tanpa sadar Cha Young menyuarakan apa yang ada dipikirannya. Masih memandangi foto tersebut ditangannya.
“Kau menyukainya?”
Suara pria dengan tubuh tinggi tegapnya bertanya pada
Cha Young. Pria didepannya bertubuh atletis.
‘Apakah dia seorang atlet? Postur tubuhnya bagus, dan wajahnya tampan sekali’ batin Cha Young.
Cha Young sadar dari lamunan gilanya. Ia menggelengkan kepalanya, merutuki pikiran gilanya beberapa saat lalu.
“Aku
akan memberikanmu yang itu jika kau menyukainya” ucap pria itu sambil
melempar pandangannya pada foto yang sedang Cha Young pegang.
Cha Young buru-buru berdiri dan memberikan selembaran foto itu pada pria asing dihadapnnya.
“Eung? Tidak, tidak, terima kasih. Maafkan aku sebelumnya” jawab Cha Young tak enak hati.
Cha
Young merutuki jawabannya sendiri. Fotonya memang sangat bagus, orang
bodoh mana yang tidak menyukai pemandangan sebagus itu? Apakah ia
menyesal karena menolak hal bagus?
“Tidak apa-apa, kau bisa memilikinya” dengan senyum ramah pria itu menyodorkan foto tadi pada Cha Young.
“Bolehkah?”
‘Cha Young.. kau benar-benar tak tahu malu’. Rutuknya lagi dalam hati.
“Tentu, aku seorang photographer. Aku memiliki banyak di galeriku” ucap pria itu masih tetap dengan senyum ramahnya.
‘Bisakah ia menghentikan senyumnya itu?’ batin Cha Young, yang merasa senyuman pria itu mengganggunya. Atau sebenarnya mengusik hatinya?
“Waaah, pantas saja..”
Cha
Young tidak melanjutkan kata-katanya ia masih menatap kagum dengan
foto-foto itu. Sedangkan pria itu melirik pada ID yang Cha Young
kenakan.
“Ini kartu namaku, nona Hwang Cha Young” pria itu menyodorkan kartu namanya pada Cha Young.
Cha
Young sedikit terkejut karena pria itu mengetahui namanya. Dengan
senyum ramah lagi pria itu menunjuk ID yang Cha Young kenakan. Cha
Young hanya menganggukkan kepalanya dan menerima kartu nama itu.
“Hei, Choi Siwon ! Sedang apa kau? Ayo, cepaat.”
Pria yang dipanggil Cho Siwon tadi menoleh pada orang yang memanggilnya, dan membentuk tanda ‘ok’ dengan jarinya.
“Maaf nona, karena menyita waktumu. Aku rasa kau juga sedang terburu-buru, sama denganku” ucap pria itu sopan.
Setelah berkata seperti itu, pria tadi membungkuk dan melenggang pergi. Dan Cha Young?
“Astagaaa, aku benar-benar akan mati ditangan Boss”
Saat Cha Young hendak melangkah menuju kantornya kembali, pria tadi berteriak ke arah Cha Young.
“Nona
Hwang, lain kali kau harus mampir ke galeriku dan mentraktirku minum
kopi sebagai permintaan maafmu menbrakku tadi !” Pria itu mengedipkan
matanya ke arah kartu nama yang sedang Cha Young pegang lalu tersenyum
pada Cha Young sebelum ia benar-benar melenggang pergi. Cha Young
terpaku di tempatnya. Setelah memikirkan sesuatu, ia melanjutkan
langkahnya. Senyum tersungging dari sudut bibirnya. Tapi hanya sesaat,
setelahnya ia kembali berdecak kesal.
“Aaah, aku benar-benar akan mati sekarang”
*
“Aroma bunga.. Kelopak sakura yang mekar dengan indahnya. Inilah musim semi.. Musim semi di hatiku..” - Hwang Cha Young –
-
FIN -
All the time..
Sebenernya
ini fanfic udah lama 'ngendep' di note. Makasih buat seorang sahabat
yang menginspirasikan saya nulis cerita ini, yaah walaupun ceritanya
ngalor ngidul ngga jelas gini >< Masih banyak salah kata disana
sini. Dan untuk covernya, saya ngakak terus karena saya emang ngga mahir
photoshop. Jadi maklumin aja yaaa ^^
Dan terima kasih yang udah menyempatkan diri buat membaca karya saya yang maha abal ini *deepbow*
(Repost, September 8, 2013_Zuh Nishaa)